Hari Kamis, 15 Oktober 2009 kemarin saya berwisata ke Museum Wayang. Sebenarnya hampir saja rencana ini gagal, namun syukurlah akhirnya tetap terlaksana.
Pejalanan wisata ke Museum Wayang, dan beberapa museum lainnya yang berada di komplek Museum Jakarta Kota Toea, merupakan satu perjalanan yang cukup mudah. Perjalanan saya mulai dari rumah menaikki angkutan kota ke stasiun UI Depok. Dari stasiun UI Depok saya hanya perlu menaikki kereta menuju Jakarta Kota sampai MENTOK. Untuk informasi, ada tiga tipe kereta yang dapat Anda gunakan dari stasiun ini: Pertama Kereta Ekonomi dengan harga tiket Rp. 1500 yang berhenti di setiap stasiun. Kedua, kereta Ekonomi AC dengan harga tiket Rp. 6000 yang 'ceritanya' menggunakan AC dan hanya berhenti di beberapa stasiun. Atau kereta Express dengan harga tiket Rp. 9000 dan langsung I ke stasiun Jakarta Kota.
Setelah perjalanan melalui 17 stasiun selama kurang lebih 45 menit saya sampai di Stasiun Jakarta Kota. Dari Stasiun saya hanya perlu melangkahkan kaki menuju Museum Wayang. Letak Museum Wayang ini berdekatan dengan Museum Fatahilah, bersebrangan dengan Museum Rupa dan Keramik yang terletak disebrang Stasiun Kota.
Dari luar, museum ini tampak seperti rumah tua. Tidak seperti tampak luar Museum Rupa dan Keramik yang tampak megah menyerupai beranda Istana Negara. Hal yang sangat menyentuh hati saya adalah biaya masuk ke museum ini. Untuk orang dewasa biayanya Rp. 2000, untuk anak-anak Rp. 500, dan untuk rombongan dewasa, per orang biayanya Rp. 1000 saja. Ya Tuhan, saya tidak bisa berkata-kata ketika sang petugas memberi tahu saya biaya masuk ke Museum ini.
Sebenarnya Museum ini sangat kaya. Banyak sekali koleksi wayang yang dimiliki. Dari beragam daerah di Indonesia, maupun dari luar negeri. Baik yang berupa wayang maupun yang berupa Boneka (I). Baik Wayang yang tradisional dengan tema Mahabarata, Rama-Shinta, maupun yang menceritakan tentang kisah kemerdekaan Indonesia. Wayang-wayang ini juga terbuat dari beberapa bahan, ada yang terbuat dari kulit kerbau atau sapi, ada yang terbuat dari kayu, kardus, ataupun rumput. Banyak hal yang bisa dipelajari dari museum ini, walaupun di balik kesuramannya, yang tercipta karena penataan cahaya dan kurangnya perawatan. Kita bisa melihat perbedaan antara Wayang Jogja, Solo, Surakarta, Sunda, Bali, Sasak, atau bahkan Kelantan maupun Thailand dan Suriname.
Perbedaan biasanya dapat dilihat dari bentuk dan corak. Jika saya boleh menilai, wayang-wayang dari Indonesia memiliki corak dan bentuk yang lebih indah dan kaya. Selain itu, dari tokoh-tokohnya juga ada beberapa perbedaan. Ada juga beberapa daerah yang mengangkat kisah-kisah Mahabarata, ada juga yang mengangkat kisah Rama-Shinta. Kita bisa melihat lebih jelas tentang corak dengan mengambil satu tokoh yang sama dari beberapa daerah yang mengambil latar kisah yang sama. Contohnya, Anda bisa membandingkan tokoh Krisna dari Jogjakarta, Solo, Surakarta, Jawa Barat, atau bahkan Betawi.
Namun, jika ada yang menanyakan mengapa wayang memiliki bentuk yang tidak seperti manusia pada umumnya, hal ini disebabkan ada satu aturan agama yang tidak memperbolehkan manusia digambarkan seperti manusia. Hal inilah yang mungkin bisa menjadi satu alasan mengapa wayang memiliki bentuk yang tidak lugas sepeti manusia.
Selain wayang, di dalam museum ini juga terdapat satu taman yang konon merupakan makan Jan Pieter Zoon Coen. Selain makamnya yang dimodifikasi sebagai taman, jika diperhatikan terdapat beberapa batu besar yang saya perkirakan juga merupakan makam dari beberapa orang yang wafat tahun 1650an. Hal ini saya perkirakan dari kata-kata "Hier legt begravenden" yang ternyata setalah saya translate dengan google translate berarti "Here lays burials" atau kurang lebih "di sini letak makam". Ya, buat rekan-rekan saya yang kemarin seru-seruan foto-foto di taman tersebut....Good Luck!
Ps: museum tutup pukul 15.00