Ingin berbagi lirik lagu, judulnya "senandung maaf" dibawakan oleh "White Shoes and Couple Company". Ngga ada hubungannya dengan keadaan gw sekarang. i just found that the lyric is beautiful. Okay, see this..
Senandungkan lagu ini
atas rindu di hati
berlutut dilantai bumi
bersedih menyepi
Toreh kisah, senandung kasih
Maafkan Tuan... aku berjanji
Tak mau menuai murka
untukmu oh.. kawan
berbisik didalam hati
kumohon maafkan
Berbagi peluh, menuju cita
Daku membasuh keringat duka
Merpati diatas dahan
menyusun sarangnya
Kukembalikan hatimu
seperti semula
Menghapus kelabu, langit jingga
Meniti lagu, menyemat suka
Gelombang nestapa...
Gelombang nestapa...
Gelombang nestapa kuharap sirna...
Oh..
Gelombang nestapa...
Gelombang nestapa...
Gelombang nestapa kuharap sirna...
See.. indah banget ya.. apalagi dengan musicnya yang juga indah.
June 24, 2010
busy busy busy
Oops! I've neglected my blog again! Sorry you dear..
Well actually my beau has asked me to write again, but, i MADE so many reasons. hihi.
Now, trying to be wise, I'll share some stories with you all. Where should i start? Hmm, i guess i'll start with..
What've made me (seem) so busy. It's hard for me to explain (or I'm too busy to explain, or too lazy to type them, whatever) . Briefly, currently i am working on:
1. Internet Marketing Seminar,
2. Grooming Seminar,
3. Presentation Competition,
4. Newsletter,
5. Sophomores' orientation system,
and several other things i couldn't even remember. ahahaha.
this is one of my daily routine:
*clueless which one need to be viewed first. ahahaha.
Ps for my beau: sabar ya mas kalo dicuekkin. wkwkwk..
Well actually my beau has asked me to write again, but, i MADE so many reasons. hihi.
Now, trying to be wise, I'll share some stories with you all. Where should i start? Hmm, i guess i'll start with..
What've made me (seem) so busy. It's hard for me to explain (or I'm too busy to explain, or too lazy to type them, whatever) . Briefly, currently i am working on:
1. Internet Marketing Seminar,
2. Grooming Seminar,
3. Presentation Competition,
4. Newsletter,
5. Sophomores' orientation system,
and several other things i couldn't even remember. ahahaha.
this is one of my daily routine:
*clueless which one need to be viewed first. ahahaha.
Ps for my beau: sabar ya mas kalo dicuekkin. wkwkwk..
June 09, 2010
tribute to CMLers
Ahh..
tentang video mirip-miripan artis. siapa yang amoral?
Berbicara tentang Video mirip-miripan dengan artis. Saya tidak akan membicarakan tentang kesalahan si pembuat atau orang yang merekamnya. Setiap manusia pasti pernah berbuat kesalahan. Setiap kesalahan mungkin harus diingatkan. Tapi tidak adakah cara lain untuk mengingatkannya. Dampak 'memperingatkan' sang aktor menjadi terlalu luas, menurut saya. Bukan hanya untuk si aktor, tapi untuk TERLALU banyak orang lainnya. Apakah Anda Tuhan? Yang berhak menjudge dan menghukum seseorang?
Apakah merekam tindakan amoral merupakan hal yang salah? Menurut saya, salah. Alasannya? Karena hal yang bisa terjadi sekarang ini. Sudah tidak jelas motif penyebaran video ini. Memberi peringatan? Pembelajaran? Mencemarkan? Menjelaskan ke publik? Atau memberi pembelajaran secara publik dengan cara menunjukan kesalahannya secara detail kepada publik melalui media luas sehingga yang tidak paham menjadi paham dan yang tidak perlu tahu menjadi tahu. Yang tidak peduli menjadi penasaran dan hal-hal berlebihan lainnya.
Nah, lantas, apakah tindakan media memperlihatkan potongan-potongan video yang diburamkan, atau captured scenes dari video itu bermoral? Pikir lagi! Mereka yang tidak tahu, jadi ingin tahu. Mereka yang tidak peduli ikut menoleh. Mereka yang dengan lugunya ingin berbagi pada teman-temannya, malah tanpa sadar menjadi penyebar. Hallo, yang menonton TV, mempunya akses ke internet, atau bahkan membaca koran bukan hanya orang dewasa dengan kontrol diri yang cukup - walaupun banyak orang dewasa dengan kontrol diri yang tidak cukup juga-. Ada banyak anak-anak atau remaja-remaja yang BELUM sepatutnya tahu atau melihatnya.
"Itukan salah orang tuanya, kenapa anaknya dibiarkan menonton TV atau buka situs yang ngga2?? Ngga bisa mendidik anaknya ya??" apakah kata-kata itu yang ada di benak Anda membaca tulisan saya? Maka saya berdoa semoga Anda bisa mendampingi anak Anda 7X24 Jam seminggu. Semoga baby sitter Anda tidak sedang nonton gosip saat Anda di kantor. Semoga anak Anda tidak sedang iseng jalan-jalan bersama peernya di warnet.
Saya tidak ingin menjudge atau menghukum. Saya pun memberi banyak komentar, sampai saya sadar saya sedang ikut menyebarkan informasi yang tidak perlu diketahui orang. *saya tidak menyebarkan link, tapi memberi komentar kan juga membuat orang bertanya2*. Hanya saja, saya berharap tulisan ini dibaca oleh pihak media. MENGONTROL JUTAAN ANAK YANG MUNGKIN MENYAKSIKAN RATUSAN MEDIA ITU SULIT. TAPI MENGONTROL RATUSAN MEDIA YANG MUNGKIN DIAKSES JUTAAN ORANG ITU JAUH LEBIH MASUK DI AKAL. Itu jika Anda benar-benar masih peduli akan informasi apa yang ingin Anda bagi. Bukan sekedar rating, share, atau apapun yang Anda kejar. Tapi tentang etika, atau mungkin, tentang MORAL itu sendiri. 5 huruf yang sedang diperbincangkan keberadaannya.
Saya pun ingin meminta maaf, apabila pada saat berita itu keluar, saya memberi beberapa komentar, saya post di jejaring sosial saya. *walau private, setidaknya ada 100 orang yang bisa membacanya*.
Apakah merekam tindakan amoral merupakan hal yang salah? Menurut saya, salah. Alasannya? Karena hal yang bisa terjadi sekarang ini. Sudah tidak jelas motif penyebaran video ini. Memberi peringatan? Pembelajaran? Mencemarkan? Menjelaskan ke publik? Atau memberi pembelajaran secara publik dengan cara menunjukan kesalahannya secara detail kepada publik melalui media luas sehingga yang tidak paham menjadi paham dan yang tidak perlu tahu menjadi tahu. Yang tidak peduli menjadi penasaran dan hal-hal berlebihan lainnya.
Nah, lantas, apakah tindakan media memperlihatkan potongan-potongan video yang diburamkan, atau captured scenes dari video itu bermoral? Pikir lagi! Mereka yang tidak tahu, jadi ingin tahu. Mereka yang tidak peduli ikut menoleh. Mereka yang dengan lugunya ingin berbagi pada teman-temannya, malah tanpa sadar menjadi penyebar. Hallo, yang menonton TV, mempunya akses ke internet, atau bahkan membaca koran bukan hanya orang dewasa dengan kontrol diri yang cukup - walaupun banyak orang dewasa dengan kontrol diri yang tidak cukup juga-. Ada banyak anak-anak atau remaja-remaja yang BELUM sepatutnya tahu atau melihatnya.
"Itukan salah orang tuanya, kenapa anaknya dibiarkan menonton TV atau buka situs yang ngga2?? Ngga bisa mendidik anaknya ya??" apakah kata-kata itu yang ada di benak Anda membaca tulisan saya? Maka saya berdoa semoga Anda bisa mendampingi anak Anda 7X24 Jam seminggu. Semoga baby sitter Anda tidak sedang nonton gosip saat Anda di kantor. Semoga anak Anda tidak sedang iseng jalan-jalan bersama peernya di warnet.
Saya tidak ingin menjudge atau menghukum. Saya pun memberi banyak komentar, sampai saya sadar saya sedang ikut menyebarkan informasi yang tidak perlu diketahui orang. *saya tidak menyebarkan link, tapi memberi komentar kan juga membuat orang bertanya2*. Hanya saja, saya berharap tulisan ini dibaca oleh pihak media. MENGONTROL JUTAAN ANAK YANG MUNGKIN MENYAKSIKAN RATUSAN MEDIA ITU SULIT. TAPI MENGONTROL RATUSAN MEDIA YANG MUNGKIN DIAKSES JUTAAN ORANG ITU JAUH LEBIH MASUK DI AKAL. Itu jika Anda benar-benar masih peduli akan informasi apa yang ingin Anda bagi. Bukan sekedar rating, share, atau apapun yang Anda kejar. Tapi tentang etika, atau mungkin, tentang MORAL itu sendiri. 5 huruf yang sedang diperbincangkan keberadaannya.
Saya pun ingin meminta maaf, apabila pada saat berita itu keluar, saya memberi beberapa komentar, saya post di jejaring sosial saya. *walau private, setidaknya ada 100 orang yang bisa membacanya*.
June 07, 2010
cheating in a relationship
Inspired by cacingdisco's thread on Plurk, I'd like to write about cheating in a relationship.
You may like or not like this writing. This is just My thought tho'.. So, just enjoy, and hope it could help you.
When someone's cheating in a relationship, whose the one to be blame?
My answer is: It's not about whose the one to be blame, but me, myself, I would look into myself first. Maybe I'm the one to be blame. Do I ignore him a lot? Do I care him less? Is it me who creates the chance for him to cheat? The point is: Look into ourselves first, introspection.
Then, if there's something wrong with me, we should discuss about the conclusion. WE, me and my partner.
If there's nothing wrong with me. If I've never create any chance for him to cheat, then it must be on his. By 'his' I mean my partner, the one whose cheating.
Then, same as above, we should discuss about the conclusion. WE, me and my partner.
How about the one whose cheat with my partner? Hello, She is not cheating me i Guess. She might seduced my partner, but, if my partner doesn't give any response, It won't happen. So, Why bother blame the third party. They are beyond my relationship. :)
So, will I forgive Him if he cheats on me? Theoretically: Yes. *in fact: i may forget, as long as i can. forgiving is another story*
Will we stay together? Theoretically: No. *in fact: I have a tendency to forgive and giving a second-or-third-or-fourth chance*
That's my thought about cheating in a relationship.
Hope it won't happen to me.
Amin.
You may like or not like this writing. This is just My thought tho'.. So, just enjoy, and hope it could help you.
When someone's cheating in a relationship, whose the one to be blame?
My answer is: It's not about whose the one to be blame, but me, myself, I would look into myself first. Maybe I'm the one to be blame. Do I ignore him a lot? Do I care him less? Is it me who creates the chance for him to cheat? The point is: Look into ourselves first, introspection.
Then, if there's something wrong with me, we should discuss about the conclusion. WE, me and my partner.
If there's nothing wrong with me. If I've never create any chance for him to cheat, then it must be on his. By 'his' I mean my partner, the one whose cheating.
Then, same as above, we should discuss about the conclusion. WE, me and my partner.
How about the one whose cheat with my partner? Hello, She is not cheating me i Guess. She might seduced my partner, but, if my partner doesn't give any response, It won't happen. So, Why bother blame the third party. They are beyond my relationship. :)
So, will I forgive Him if he cheats on me? Theoretically: Yes. *in fact: i may forget, as long as i can. forgiving is another story*
Will we stay together? Theoretically: No. *in fact: I have a tendency to forgive and giving a second-or-third-or-fourth chance*
That's my thought about cheating in a relationship.
Hope it won't happen to me.
Amin.
June 04, 2010
Anker!
Halo Saya Anker! Minggu ini minggu kedua saya menambahkan atribut pada nama saya.. Roro 'Anker' Puteri.
Senorak-noraknya, saya akan mengaku satu hal. Satu cita-cita saya tercapai: MENJADI PENGGUNA KERETA API. ANAK KERETA (ANKER).
Saya tinggal di daerah Cijantung dan bekerja di BINUS UNIVERSITY, Kemanggisan. Selama ini saya selalu pergi bersama Ayah saya dan menggunakan P6 dari UKI sampai Pal Merah dan melanjutkan dengan Angkutan Umum M11 sampai Kampus Anggrek BINUS UNIVERSITY. Untuk perjalanan pulang, saya biasanya menggunakan M11 sampai Pal Merah, kemudian melanjutkan perjalanan dengan P6, yang sayangnya seringkali hanya sampai UKI. Dari UKI saya harus naik Bus apapun yang mengarah ke Pasar Rebo dan terakhir melanjutkan perjalanan dengan angkutan umum sampai rumah. Perjalanan pulang biasa saya tempuh 2 sampai 3 jam.
Nah, mulai 3 minggu lalu, saya berpikir untuk menggunakan kereta api. Jadi Sejak 2 minggu lalu (iya, saya memang prokrastinator. Butuh 1 minggu untuk mengeksekusi pemikiran saya) saya mencoba menggunakan moda transportasi ini. Saya harus menggunakan M11 sampai Stasiun Tanah Abang, lalu melanjutkan perjalanan dengan kereta sampai ke Stasiun UI / Stasiun POCIN/ Stasiun Depok Baru. Setelah berlatih selama kurang-lebih seminggu, minggu ini saya menyematkan "Anker" pada nama saya. :D
Perjalanan pulang mungkin tidak jauh berbeda, sekitar 1,5 sampai 2 jam. Tapi banyak pertimbangan yang membuat saya akhirnya memutuskan untuk menjadi Anker *well, norak memang, tapi biarlah, saya memang Anker*. Beberapa pertimbangannya adalah:
1. Jika saya harus menunggu Bus di Pal Merah, suasananya kadang tidak nyaman; sedangkan bila menunggu di stasiun Tanah Abang jauh lebih nyaman. *Mungkin karena bukan jalan raya*
2. Menunggu di Pal Merah, bila hujan datang, luluh lantaklah saya. Di Stasiun Tanah Abang? Saya selamat. :D
3. Kadang-kadang, kereta memang terlambat sehingga saya harus menunggu lama. TAPI menunggu lama di stasiun untuk perjalanan yang jauh lebih cepat ternyata JAUH LEBIH BAIK rasanya daripada cepat mendapat Bus tapi harus MENGANTRE SEPANJANG PERJALANAN pulang.
4. Penuhnya Kereta, ternyata masih lebih manusiawi dibanding Bus yang penuh, DI JALANAN YANG SANGAT PENUH.
5. Dimas selalu siap menjemput saya di stasiun. Apa ada yang bisa mengalahkan? :P
**ongkosnya memang jauh lebih mahal, tapi keuntungan psikologisnya jauh lebih banyak**
Senorak-noraknya, saya akan mengaku satu hal. Satu cita-cita saya tercapai: MENJADI PENGGUNA KERETA API. ANAK KERETA (ANKER).
Saya tinggal di daerah Cijantung dan bekerja di BINUS UNIVERSITY, Kemanggisan. Selama ini saya selalu pergi bersama Ayah saya dan menggunakan P6 dari UKI sampai Pal Merah dan melanjutkan dengan Angkutan Umum M11 sampai Kampus Anggrek BINUS UNIVERSITY. Untuk perjalanan pulang, saya biasanya menggunakan M11 sampai Pal Merah, kemudian melanjutkan perjalanan dengan P6, yang sayangnya seringkali hanya sampai UKI. Dari UKI saya harus naik Bus apapun yang mengarah ke Pasar Rebo dan terakhir melanjutkan perjalanan dengan angkutan umum sampai rumah. Perjalanan pulang biasa saya tempuh 2 sampai 3 jam.
Nah, mulai 3 minggu lalu, saya berpikir untuk menggunakan kereta api. Jadi Sejak 2 minggu lalu (iya, saya memang prokrastinator. Butuh 1 minggu untuk mengeksekusi pemikiran saya) saya mencoba menggunakan moda transportasi ini. Saya harus menggunakan M11 sampai Stasiun Tanah Abang, lalu melanjutkan perjalanan dengan kereta sampai ke Stasiun UI / Stasiun POCIN/ Stasiun Depok Baru. Setelah berlatih selama kurang-lebih seminggu, minggu ini saya menyematkan "Anker" pada nama saya. :D
Perjalanan pulang mungkin tidak jauh berbeda, sekitar 1,5 sampai 2 jam. Tapi banyak pertimbangan yang membuat saya akhirnya memutuskan untuk menjadi Anker *well, norak memang, tapi biarlah, saya memang Anker*. Beberapa pertimbangannya adalah:
1. Jika saya harus menunggu Bus di Pal Merah, suasananya kadang tidak nyaman; sedangkan bila menunggu di stasiun Tanah Abang jauh lebih nyaman. *Mungkin karena bukan jalan raya*
2. Menunggu di Pal Merah, bila hujan datang, luluh lantaklah saya. Di Stasiun Tanah Abang? Saya selamat. :D
3. Kadang-kadang, kereta memang terlambat sehingga saya harus menunggu lama. TAPI menunggu lama di stasiun untuk perjalanan yang jauh lebih cepat ternyata JAUH LEBIH BAIK rasanya daripada cepat mendapat Bus tapi harus MENGANTRE SEPANJANG PERJALANAN pulang.
4. Penuhnya Kereta, ternyata masih lebih manusiawi dibanding Bus yang penuh, DI JALANAN YANG SANGAT PENUH.
5. Dimas selalu siap menjemput saya di stasiun. Apa ada yang bisa mengalahkan? :P
**ongkosnya memang jauh lebih mahal, tapi keuntungan psikologisnya jauh lebih banyak**
mulai dari mana
Banyak yang ingin ditulis. Tapi ternyata ngga sebijak itu untuk meluangkan sediit waktu untu menulis. Maka saya akan mulai sedikit mencicil tulisan-tulisan yang sekarang hanya bisa menari-nari di otak tanpa dibaca. Semoga ia tidak hilang dan meluap atas kepikunan yang akut
Subscribe to:
Posts (Atom)