Well, pendidikan di Indonesia memang masih belum sempurna, tapi, SAYA PERCAYA, kita akan menuju ke sana. Banyak orang di sekitar Saya yang Saya ketahui mereka berjuang untuk hal ini.
Saya? Hari ini Saya akan menulis tentang Salah satu guru favorit saya. Sebelum Saya menulis tentang beliau, Saya akan bersyukur bahwa Saya mengalami sesuatu yang disebut 'sibling rivalry'. Hal ini membuat Saya tidak mau kalah dengan Kakak Saya yang berprestasi di sekolahnya. Yang kemudian, membuat Saya bersyukur karena memiliki Guru yang bisa memfasilitasi dan mengatasi 'sibling rivalry' ini.
'Pergi sekolah' adalah hal yang Saya ingin lakukan sejak Saya berusia 3 tahun (menurut mama). Ya, usia Saya dan kakak berbeda 7 tahun. Maka, sejak Saya tahu dan bisa merasa iri, Saya langsung merasakannya saat melihat Kakak Saya pergi sekolah. Maka, sesuai tren Ibu-Ibu sekitar, Mama mengikutkan Saya ke sebuah TK Islam. Saya 'sukses' di sana. Kata mama, Saya sekolah 1 kali Seminggu. Saat Mama tanya, "Dik, mau sekolah ngga?", Saya akan menjawab, "Ngga ah! Sekolahnya ngaji melulu!" ASTAGFIRULLAH emang, tapi, huff, itulah Saya. Meh.
Maka, di sinilah peran Guru favorit Saya. Beliau mengajarkan Saya membaca, menulis dan berhitung. Dan saya cinta matematika. Mama. Guru favorit Saya adalah mama. Beliau seorang Ibu rumah tangga. Saya anak bawel yang tidak mau kalah dengan Kakaknya. Maka, saya akan gemar bertanya ini-itu dan akan mengeja ini-itu. Mama juga akan sering 'meminta tolong' Saya untuk menghitung jumlah belanja hari ini. YEAYNES!
Akhirnya, Saya 'tidak lulus' TK pada tahun tersebut. Alasannya: karena usianya belum cukup. Meh. Akhirnya Saya mengulang TK, tapi kali ini Saya pindah ke TK Mekar Sari. I love this kindergarten. Karena Saya tidak perlu lagi 'belajar'. Saya hanya perlu bermain-main di sekolah, karena belajar sudah Saya lakukan bersama mama di rumah. Di sekolah, semua menjadi lebih mudah. :D
Salah satu guru favorit saya adalah salah satu guru Bahasa Inggris saya. Dan Christie, seorang professor dari Ohio State University memuji Bahasa Inggris Saya. *pongah* Bukan, bukan untuk grammarnya saya rasa, -_- tapi untuk fluency Saya. *GR bukan main rasanya*
Guru Bahasa Inggris favorit Saya ini, percaya atau tidak, tidak bisa Bahasa Inggris. Ya, Beliau hanya tahu sedikit-sedikit. Mama. Guru Bahasa Inggris pertama saya adalah mama. Sejak TK, mama selalu menemani Saya untuk menonton film-film berbahasa Inggris, semacam "Layar Emas RCTI" yang biasanya dipotong berita jam 9 malam. Metode mama sangat canggih. Kami menonton film-film berbahasa Inggris, lalu sesekali aku diminta untuk mengulangnya, dan mama akan meberitahu artinya. Saya rasa, bukan masalah arti kata yang Saya pelajari, lebih ke pelafalan. Mungkin.
Memasuki masa SD, tugas belajar Bahasa Inggris saya semakin berat. Menulis lirik lagu- yang akhirnya pita kasetnya rusak karena seringkali di-rewind-dan kemudian berusaha mengartikannya. Mama bertugas menilai. Lalu Saya dan Kakak mulai berlatih menggunakan Bahasa Inggris di rumah.
Ya, Saya seringkali merasa beruntung karena mama seorang Ibu Rumah Tangga. Saya tidak mengecilkan Ibu-Ibu Rumah Tangga yang menajdi wanita karir. Saya tetap Salut untuk mereka. Tapi, memiliki Ibu yang seorang Ibu Rumah Tangga membuat Saya memiliki guru sepanjang hari. Saat beliau menyapu, mengepel, mencuci baju, memasak, atau bahkan menina-bobokan Saya.
*Tulisan ini kemudian lebih cocok menjadi tulisan di Hari Ibu dibanding Hari Pendidikan Nasional.*
Intinya, menurut Saya, Pendidikan formal di sekolah memang Hal yang tidak boleh dikesampingkan, namun, Pendidikan yang baik dimulai dari dalam rumah.
pesan mama: Salam Sayangnya mana?
I Love You, Mom!
No comments:
Post a Comment