cari di sini

July 15, 2011

Commuter Line?

Siang ini di SCTV ada berita tentang kereta commuter line. Yang Saya baca dari tweet teman2 saya yang anak kereta -duile- sih, banyak keluhannya. Hmm, saya sendiri sempat menjadi anak kereta selama 1 tahun kemarin. Setelah resign, hubungan Saya sama kereta juga hampir putus. -duile, lagi-

Anyway, selama setahun kemarin, kereta menjadi moda yang cukup Saya andalkan. Saya menjadi anak kereta. Benci-benci cinta kalau dia lagi terlambat atau ada gangguan. Tapi, waktu tempuhnya menjadi yang paling nyaman dan sehat mental buat Saya yang berkantor di Slipi dan pulang ke Cijantung (naik kereta dari Stasiun Tanah Abang sampai Stasiun UI).

Bukannya Saya sombong, (walau emang sombong), tapi, Saya biasanya lebih memilih kereta ekspress. Ya, bedanya memang cukup banyak, 3500 rupiah. Coba dikali 20 hari kerja, Lumayan kan? Saya punya beberapa alasan mengapa Saya memilih kereta ekspress. Pertama, waktu tempuhnya yang lebih cepat. Ya, walau kereta ekonomi AC seringkali datang lebih dulu, tapi, ekspress seringkali waktu tempuhnya lebih cepat. Ngga kelamaan dijalan, ceuk mama teh. Kedua, lebih nyaman. Kereta ekspress biasanya hanya berhenti di Stasiun Sudirman. Artinya, hanya ada satu kali penambahan penumpang. Ngga terus menerus disesaki. Dipaksakan, padahal sudah tidak cocok lagi, eh tidak cukup lagi. *selain itu, di Sudirman yang naik kadang2 mas-mas ganteng yang pulang kantor. Wangi.* *teeeeeet*

Yak, yang ketiga, lebih aman. Seriously. Ketika kuliah, Saya sering naik kereta ekonomi maupun ekonomi AC. Hmm, berhenti di setiap stasiun berarti kesempatan si copet untuk kabur sesaat setelah nyopet itu lebih banyak. Waktu untuk nyopetnya pun lebih banyak. Setara dengan jumlah stasiun yang akan dihampiri si kereta. Ekonomi AC ada copet? Karena berhenti di setiap stasiun, mereka gak perlu beli karcis. Setelah naik, nyopet, turun aja di stasiun terdekat. Biasanya mereka lebih hapal tentang waktu pengecekkan karcis, kan?

Hmm, berhubung kita harus selalu mendukung usaha perbaikkan yang dilakukan, semoga faktor-faktor kenyamanan di atas diperhatikan oleh pengelola Commuter-Line yang tampak seperti baju baru buat Ekonomi AC. Selain itu, kita juga harus paham, kenapa kereta sering mengalami gangguan? Ongkos kereta yang kita bayar selama itu disubsidi. Dan jumlah subsidi yang SEHARUSNYA dibayarkan pemerintah itu cukup banyak. Sayangnya, saya perrnah membaca kalau utang subsidi ini belum dibayarkan oleh pemerintah ke pengelola. Jadi, kalo tarif/ongkos tiket harus terus dipotong, tapi subsidinya ngga dibayar, tambah lagi banyak yang tidak beli tiket, gimana pengelola mau melakukan perawatan?

Ya, kira-kira, itu yang ada di pikiran Saya tentang Commuter Line, eh, perkeretaan. Since, belum pernah naik Commuter Line. Semoga kita bisa saling mendukung dan menjaga fasilitas bersama. Seperti yang ditanamkan sejak SD di pelajaran PPKn dulu. Hmm, termasuk tidak membuang sampah permen, aqua gelas, atau bungkus snack lainnya di dalam gerbong. Ingat, kebersihan sebagian dari iman.



No comments:

Post a Comment