Berbicara tentang Video mirip-miripan dengan artis. Saya tidak akan membicarakan tentang kesalahan si pembuat atau orang yang merekamnya. Setiap manusia pasti pernah berbuat kesalahan. Setiap kesalahan mungkin harus diingatkan. Tapi tidak adakah cara lain untuk mengingatkannya. Dampak 'memperingatkan' sang aktor menjadi terlalu luas, menurut saya. Bukan hanya untuk si aktor, tapi untuk TERLALU banyak orang lainnya. Apakah Anda Tuhan? Yang berhak menjudge dan menghukum seseorang?
Apakah merekam tindakan amoral merupakan hal yang salah? Menurut saya, salah. Alasannya? Karena hal yang bisa terjadi sekarang ini. Sudah tidak jelas motif penyebaran video ini. Memberi peringatan? Pembelajaran? Mencemarkan? Menjelaskan ke publik? Atau memberi pembelajaran secara publik dengan cara menunjukan kesalahannya secara detail kepada publik melalui media luas sehingga yang tidak paham menjadi paham dan yang tidak perlu tahu menjadi tahu. Yang tidak peduli menjadi penasaran dan hal-hal berlebihan lainnya.
Nah, lantas, apakah tindakan media memperlihatkan potongan-potongan video yang diburamkan, atau captured scenes dari video itu bermoral? Pikir lagi! Mereka yang tidak tahu, jadi ingin tahu. Mereka yang tidak peduli ikut menoleh. Mereka yang dengan lugunya ingin berbagi pada teman-temannya, malah tanpa sadar menjadi penyebar. Hallo, yang menonton TV, mempunya akses ke internet, atau bahkan membaca koran bukan hanya orang dewasa dengan kontrol diri yang cukup - walaupun banyak orang dewasa dengan kontrol diri yang tidak cukup juga-. Ada banyak anak-anak atau remaja-remaja yang BELUM sepatutnya tahu atau melihatnya.
"Itukan salah orang tuanya, kenapa anaknya dibiarkan menonton TV atau buka situs yang ngga2?? Ngga bisa mendidik anaknya ya??" apakah kata-kata itu yang ada di benak Anda membaca tulisan saya? Maka saya berdoa semoga Anda bisa mendampingi anak Anda 7X24 Jam seminggu. Semoga baby sitter Anda tidak sedang nonton gosip saat Anda di kantor. Semoga anak Anda tidak sedang iseng jalan-jalan bersama peernya di warnet.
Saya tidak ingin menjudge atau menghukum. Saya pun memberi banyak komentar, sampai saya sadar saya sedang ikut menyebarkan informasi yang tidak perlu diketahui orang. *saya tidak menyebarkan link, tapi memberi komentar kan juga membuat orang bertanya2*. Hanya saja, saya berharap tulisan ini dibaca oleh pihak media. MENGONTROL JUTAAN ANAK YANG MUNGKIN MENYAKSIKAN RATUSAN MEDIA ITU SULIT. TAPI MENGONTROL RATUSAN MEDIA YANG MUNGKIN DIAKSES JUTAAN ORANG ITU JAUH LEBIH MASUK DI AKAL. Itu jika Anda benar-benar masih peduli akan informasi apa yang ingin Anda bagi. Bukan sekedar rating, share, atau apapun yang Anda kejar. Tapi tentang etika, atau mungkin, tentang MORAL itu sendiri. 5 huruf yang sedang diperbincangkan keberadaannya.
Saya pun ingin meminta maaf, apabila pada saat berita itu keluar, saya memberi beberapa komentar, saya post di jejaring sosial saya. *walau private, setidaknya ada 100 orang yang bisa membacanya*.
Apakah merekam tindakan amoral merupakan hal yang salah? Menurut saya, salah. Alasannya? Karena hal yang bisa terjadi sekarang ini. Sudah tidak jelas motif penyebaran video ini. Memberi peringatan? Pembelajaran? Mencemarkan? Menjelaskan ke publik? Atau memberi pembelajaran secara publik dengan cara menunjukan kesalahannya secara detail kepada publik melalui media luas sehingga yang tidak paham menjadi paham dan yang tidak perlu tahu menjadi tahu. Yang tidak peduli menjadi penasaran dan hal-hal berlebihan lainnya.
Nah, lantas, apakah tindakan media memperlihatkan potongan-potongan video yang diburamkan, atau captured scenes dari video itu bermoral? Pikir lagi! Mereka yang tidak tahu, jadi ingin tahu. Mereka yang tidak peduli ikut menoleh. Mereka yang dengan lugunya ingin berbagi pada teman-temannya, malah tanpa sadar menjadi penyebar. Hallo, yang menonton TV, mempunya akses ke internet, atau bahkan membaca koran bukan hanya orang dewasa dengan kontrol diri yang cukup - walaupun banyak orang dewasa dengan kontrol diri yang tidak cukup juga-. Ada banyak anak-anak atau remaja-remaja yang BELUM sepatutnya tahu atau melihatnya.
"Itukan salah orang tuanya, kenapa anaknya dibiarkan menonton TV atau buka situs yang ngga2?? Ngga bisa mendidik anaknya ya??" apakah kata-kata itu yang ada di benak Anda membaca tulisan saya? Maka saya berdoa semoga Anda bisa mendampingi anak Anda 7X24 Jam seminggu. Semoga baby sitter Anda tidak sedang nonton gosip saat Anda di kantor. Semoga anak Anda tidak sedang iseng jalan-jalan bersama peernya di warnet.
Saya tidak ingin menjudge atau menghukum. Saya pun memberi banyak komentar, sampai saya sadar saya sedang ikut menyebarkan informasi yang tidak perlu diketahui orang. *saya tidak menyebarkan link, tapi memberi komentar kan juga membuat orang bertanya2*. Hanya saja, saya berharap tulisan ini dibaca oleh pihak media. MENGONTROL JUTAAN ANAK YANG MUNGKIN MENYAKSIKAN RATUSAN MEDIA ITU SULIT. TAPI MENGONTROL RATUSAN MEDIA YANG MUNGKIN DIAKSES JUTAAN ORANG ITU JAUH LEBIH MASUK DI AKAL. Itu jika Anda benar-benar masih peduli akan informasi apa yang ingin Anda bagi. Bukan sekedar rating, share, atau apapun yang Anda kejar. Tapi tentang etika, atau mungkin, tentang MORAL itu sendiri. 5 huruf yang sedang diperbincangkan keberadaannya.
Saya pun ingin meminta maaf, apabila pada saat berita itu keluar, saya memberi beberapa komentar, saya post di jejaring sosial saya. *walau private, setidaknya ada 100 orang yang bisa membacanya*.
No comments:
Post a Comment